Thursday 16 June 2011

apa itu akhlak????

Ibnu Atsir menyebutkan “al-khuluqu” dan “al-khulqu” dalam An-Nihayah (2/70), berarti dien, tabiat dan sifat. Hakikatnya adalah potret batin manusia, yaitu jiwa dan kepribadiannya. [1]
Dari ucapan di atas terkandung beberapa faidah:
Manusia terdiri dari lahir dan batin, jasmani dan rohani, oleh karena itu kita tidak boleh memperlakukan manusia seperti robot atau benda mati yang tidak mempunyai perasaan.
Sebagaimana jasmani membutuhkan makanan dan minuman, begitu pula rohani membutuhkan makanan dan siraman berupa ilmu, iman dan amal shalih. Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah berkata bahwa, “manusia membutuhkan makanan dalam sehari sekali atau dua kali dan membutuhkan ilmu dalam sehari sebanyak desahan nafas.”
Kita harus mempunyai perhatian yang serius dalam upaya menyempurnakan akhlak kita karena nilai manusia bukanlah terletak pada bentuk fisik , suku, leturunan, gelar kesarjanaan, kedudukan ataupun harta, tetapi terletak pada iman, takwa dan akhlak seseorang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian.” (QS. Al-Hujuraat: 13)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak memperhatikan bentuk rupa dan harta kalian, tetapi Allah memperhatikan hati dan amal-amal kalian.” [2]
Penyair Arab berkata:
Wahai pelayan jasmani
Seberapa lama engkau bekerja untuk kepentingannya
Engkau telah menyusahkan diri
Untuk sebuah kerugian yang nyata
Hadapkan perhatian kepada ruhani
Dan sempurnakan keutamaannya
Dengan ruhani, bukan jasmani
Engkau sempurna menjadi manusia
Ada juga pendapat-pendapat lain tentang definisi akhlak; ada yang menyatakan bahwa akhlak yang baik adalah berderma, tidak menyakiti orang lain dan tangguh menghadapi penderitaan.
Ada lagi yang mengatakan bahwa akhlak yang baik adalah berbuat kebaikan dan menahan diri dari keburukan. Ada lagi yang mengatakan, “Membuang sifat-sifat yang hina dan menghiasinya dengan sifat-sifat yang mulia.”
Hal ini disebutkan oleh Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah dalam bukunya Madarijus Salikin.
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah menyebutkan dalam Mukhtahsar Minhaj Al-Qashidin, bahwa akhlak merupakan ungkapan tentang kondisi jiwa, yang begitu mudah bisa menghasilkan perbuatan, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Jika perbuatan itu baik, maka disebut akhlak yang baik jika buruk disebut akhlak yang buruk.
Akhlak juga bisa berarti dien (agama) sebagaimana firman Allah:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata tentang ayat di atas, yaitu dien yang agung (Islam). Mujahid, Abu Malik, As-Suddi, Rabi bin Anas, Adh Dhahhak dan Ibnu Zaid berkata demikian pula. Terdapat dalam Shahih Muslim bahwa Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pernah ditanya tentang akhlak Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu beliau menjawab, “Akhlak Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Al-Qur’an.”
Segala perintah yang terdapat dalam Al-Qur’an beliau melaksankan semuanya dan segala larangan yang terdapat dalam Al-Qur’an beliau meninggalkannya.
Syaikh Salim Al-Hilali berkata, “Dengan ini menjadi jelas bahwa akhlak yang agung di mana Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam disifati dengannya adalah dien yang mencakup semua perintah-perintah Allah dan larangan-Nya sehingga bersegera untuk melaksanakan segala yang dicintai Allah dan diridhai-Nya dan menjauhi segala yang dibenci dan dimurkai-Nya dengan sukarela dan lapang dada.” [3]
Dari beberapa keterangan tentang pengertian akhlak kami simpulkan bahwa kata ‘akhlak’ mempunyai cakupan yang luas, yaitu mencakup akhlak kepada Allah dan akhlak kepada makhluk; hanya saja yang sering kita dapati penggunaan kata ‘akhlak ‘ dimaksudkan oleh pembicara atau penulis dalam pengertian yang sempit, yaitu terbatas kepada perilaku kepada sesama makhluk. Untuk dapat mengetahui makna mana yang diinginkan oleh pembicara atau penulis harus dilihat dari konteks kalimatnya sehingga kita dapat membedakannya.
Sumber: Buku ” Bengkel Akhlak” oleh Fariq Gasim Anuz, hal. 12-16, Darus Sunnah.
Footnote:
[1] Syaikh Ibnu Utsaimin, Makarimul Akhlak, hal. 9
[2] Diriwayatkan Muslim (Lihat Ghayatul Maram, no. 415)
[3] Makarimul Akhlak (23)
Faktor Pembantu Dalam Menuntut Ilmu
Faktor pembantu dalam keberhasilan menuntut ilmu sangat banyak sekali, diantaranya:
  1. Taqwa
  2. Do’a
  3. Konsistensi dan kontinyuitas dalam menuntut ilmu
  4. Menghafal
  5. Mulazamah ulama
 Kemuliaan Ilmu atas Harta [3]
  1. Ilmu adalah warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan para raja dan orang kaya.
  2. Ilmu itu menjaga yang empunya, sedang pemilik harta menjaga hartanya.
  3. Ilmu adalah penguasa atas harta, sedang harta  tidak berkuasa atas ilmu.
  4. Harta bisa habis dengan sebab dibelanjakan, sedang ilmu justru bertambah dengan diajarkan.
  5. Pemilik harta jika telah meninggal dunia, ia berpisah dengan dengan hartanya, sedang ilmu mengiringinya masuk ke dalam kubur bersama para pemiliknya.
  6. Harta bisa didapatkan oleh siapa saja baik orang beriman, kafir, orang shalih dan orang jahat, sedang ilmu yang bermanfaat hanya didapatkan oleh orang yang beriman saja.
  7. Sesungguhnya jiwa menjadi lebih mulia dan bersih dengan mendapatkan ilmu, itulah kesempurnaan dirinya dan kemuliaannya. Sedang harta, ia tidak membersihkan dirinya, tidak pula menambahkan sifat kesempurnaan dirinya, malah jiwanya menjadi berkurang dan kikir dengan mengumpulkan harta dan menginginkannya. Jadi keinginannya kepada ilmu adalah inti kesempurnaannya dan keinginannya kepada harta adalah ketidaksempurnaan dirinya.
  8. Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar semua ketaatan, sedangkan mencintai harta  dan dunia  adalah akar semua kesalahan.
  9. Sesungguhnya orang berilmu mengajak manusia kepada Allah ta’ala dengan ilmunya dan akhlaknya, sedang orang kaya itu mengajak manusia ke neraka dengan harta dan sikapnya.
  10. Sesungguhnya yang dihasilkan dengan kekayaan harta adalah kelezatan binatang. Jika pemiliknya mencari kelezatan dengan mengumpulkannya, itulah kelezatan ilusi. Jika pemiliknya mengumpulkan dengan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhannya syahwatnya, itulah kelezatan binatang. Sedang kelezatan ilmu, ia adalah kelezatan akal plus ruhani yang mirip dengan kelezatan para malaikat dan kegembiraan mereka. Antara kedua kelezatan tersebut (kelezatan harta dan ilmu) terdapat perbedaan yang mencolok.